Senin, 14 Oktober 2013

Rambut Sebahu Arina



Satu per satu rambutku berjatuhan menyentuh lantai. Ini bukan karena aku mengidap penyakit kanker yang mematikan. Ini karena aku sedang memotong rambutku di sebuah salon di pinggir jalan kota kecil. Salon Ordina namanya. Di tempat ini terlihat ada seorang laki-laki yang sedang menunggu seorang wanitanya sambil membacakan koran pagi hari ini. Menurutku kedua orang ini sudah berumur 60 tahun. Keduanya tampak tersenyum kepadaku. Memang, tak banyak usia remaja sepertiku yang mengunjungi salon ordina ini. Banyak dari mereka yang lebih suka mengunjungi salon yang lebih seusia mereka dan yang lebih mahal tentunya tapi itu tidak berlaku untukku. Menurutku bisa memotong rambutku yang lebat ini dengan harga yang relatif murah itu sudah cukup.
Aku menatap diriku yang terpancar di cermin. Aku melihat satu per satu rambutku mulai berjatuhan. Setiap helai rambut yang berjatuhan aku sungguh merasakan kenangan selama rambut panjangku menetap di kepalaku. Dimana rambut ini tak pernah lepas dari belaian seorang kekasih yang sangat aku cintai. Dimana rambut ini telah menjadi saksi cinta kita berdua. Aku tidak pernah memotong rambutku ini karena dia tidak pernah mengijinkannya. Dan kini aku harus memotong rambutku yang berarti satu per satu kenangan itu akan aku hapus dari kehidupanku. Sudah saatnya aku memulai hari-hari baru di kehidupanku. Tak seharusnya aku selalu memikirkan kenangan yang tak pernah kembali lagi. Tak mungkin aku meminta dia untuk bisa hidup lagi di kehidupanku. Ya, dia kekasihku yang telah meninggal lima bulan yang lalu karena penyakit yang di deritanya. Kanker. 
Aku berdiri dari tempat dudukku merapikan potongan rambut yang melekat di sekitar bajuku. Rambutku sudah terpotong sebahu.
“Berapa bu?”
“10ribu mbak.”
Maturnuwun nggeh bu.”
“Nggeh mbak sami-sami.”


Kakiku telah melangkah jauh meninggalkan tempat salon itu. Langkah demi langkah kakiku menuju sebuah tempat sunyi dimana semua orang yang berada disana hanya berbaring dan sendirian.
Seikat bunga mawar merah aku letakkan di dekat batu nisan bertuliskan Andrea Wibowo. Andrea Wibowo, laki-laki yang sangat aku cintai yang kini sedang berbaring sendirian. Dulu dia yang memberiku seikat mawar merah. Tak ada hari tanpa bunga mawar merah. Namun sekarang keadaan berubah berbalik akulah yang kini setiap minggunya memberikan seikat mawar merah. Walaupun tidak setiap hari aku mengunjungi Andrea setidaknya aku setiap minggu mengunjunginya berbagi cerita kehidupanku dan mendoakannya. Ku ucap banyak doa dalam bibirku ini. Memejamkan mata dan menunduk. “Ya Allah terimalah amal ibadah laki-laki ini. Dan pertemukanlah aku suatu saat nanti dengan laki-laki ini lagi. Amin.” Dengan doa yang masih kuucapkan aku mengenang berbagai kenangan bersama Andrea. Tanpa terasa air telah membasahi pipiku perlahan.

“Arina, ternyata kau disini.”

Aku tersentak.  Dengan keadaan yang masih terpenuhi dengan lamunan. Laki-laki ini datang menghampiriku dengan menepuk bahuku. Aku berbalik melihat sosok laki-laki yang kini berada tepat di belakangku.

“Angga.” Kataku perlahan.

“Sudah mulai maghrib Arina, cepatlah pulang. Tak baik seorang wanita di makam di sore hari seperti ini. Pasti kakakku juga akan mengkhawatirkan keadaanmu.”

Aku berdiri dan berada tepat di samping laki-laki itu. Dia memegang erat tanganku dengan lembut. Tangannya terasa hangat dan membuat hatiku ini lebih terasa tenang dari sebelumnya.
“Rambutmu benar-benar kau potong sebahu Arina?”

“Iya Angga, aku rasa sudah saatnya aku memutuskan ini. Sudah lima bulan Andrea meninggalkanku dan sudah tiga bulan kau selalu bersamaku.”

“Jadi?”

“Iya, aku mau jadi kekasihmu.”

Aku sandarkan kepalaku di bahu Angga. Aku sudah merasa kelelahan dengan semua ini. Dan kini saatnya aku berbagai kisah kehidupanku dengan Angga.

“Terimakasih Arina. Aku harap kakakku tidak akan kecewa denganku karena wanitanya kini sudah menjadi milikku.”

“Asal kau selalu ada di sampingku, membuatku bahagia, dan tidak pernah meninggalkanku. Andrea pasti tidak akan kecewa.”

“Aku sangat mencintaimu Arina.”

Angga mencium keningku begitu lama. Semua kasih sayangnya terasa begitu ada untukku. Ya, kita masih di makam kita masih berada di dekat batu nisan Andrea. Biar ini menjadi saksi untuk Andrea. Aku Arina rambutku sudah sebahu dan aku sudah memulai hidup baru.

1 komentar:

  1. mantap ceritanya , , ,

    salam kenall . . .
    mapir ke blog q yaa . . .

    BalasHapus

 

[IKASW] Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang